Widgets

Posted by : Unknown Sabtu, 14 Desember 2013


Teks : Lalu Ahmad Hamdani
Foto : Mira Zulia

Perahu kayu bermesin diesel itu seharusnya muat 20 orang. Namun kini hanya Ino, Mira, dan saya yang menjadi penumpangnya. Membuat laju perahu menjadi ringan, berayun-ayun dibuai gelombang lautan sore yang kuat. Sendiri mengarungi perairan menuju gili (pulau) Kondo, Lombok Timur.

Nahkoda perahu melempar jangkar, segera setelah moncong perahu menyentuh bibir pantai berpasir putih lembut. Pantai sepi gili Kondo yang dikelola secara bersama oleh pemda Lombok Timur dan salah satu perusahan swasta.



“Jam 9 besok pagi ya pak?” sahut Ino mengingatkan nahkoda kapal untuk menjemput kami.

Kata-kata itu terlalu cepat diucapkan Ino. Mengingat petualangan kami yang sudah berlangsung hampir seminggu di Lombok. Dan hampir berakhir di tempat ini. Kata-kata Ino tadi, serasa semakin memperpendek waktu saja. Seakan hari esok akan datang lebih cepat daripada 17 jam lagi.

Kami langsung menuju café satu-satunya di pulau itu. Mengambil tempat di sudut, untuk kemudian meletakkan tas dan ransel. Memesan apapun yang bisa dipesan di tempat itu.

Entah mereka menikmati atau tidak, iringan musik reage yang mengusik keheningan, dengan volume yang cukup bising. Kami hanya diam, terduduk. Dibuai lamunan masing-masing.

Mungkin ino berfikir, tentang di mana ia akan mendapatkan pekerjaan lagi, selepas petualangan ini nanti berakhir. Dia resign dari sebuah perusahan konsultasi design interior di Bandung. Sedangkan Mira, walau terlihat sibuk dengan iPhone-nya. Mungkin saja ia telah dibekap oleh bayang-bayang Thesis, serta rangkaian ujian yang akan dihadapi. Selepas petualangan ini nanti berakhir.

Aku? Aku Cuma memikirkan hari ini dan kemarin. Mengingat kembali awal perjumpaan kami di bandara. Mengingat SMS pertama yang aku kirim kepada mereka, “Halo Mbak/Mas ditunggu di pintu keluar bandara yah? Dari Dani cakep pakai kupluk warna ungu.” ketikku di handphone, hampir seminggu yang lalu.

Selalu saja semua terasa manis di awal perjalanan. Selalu ramai dan riuh oleh tawa canda. Tapi entah mengapa, tiap kali di ambang perpisahan. Semua berubah sendu.


Walau reage “Lombok I Love You” masih bertalu, walau sekelompok pejalan lain menawarkan untuk ikut bermain voly di pantai, walau seluruh karyawan homestay, dan café di pulau itu tersenyum ramah, walau gili Kondo bersolek pasir putih berhias laut biru. Semua tak mampu menyembunyikan nuansa perpisahan di antara kami.

Sialnya, ketika malam mulai menjelang. Bulan purnama kemerahan kala senja itu. Semakin menambahi kegalauan yang tercipta. Cahaya pucatnya terpantulkan oleh laut gelap yang tenang.

Malam-malam, kami bertiga berjalan menyusuri pantai sendiri-sendiri. Saling memberikan ruang privasi masing-masing. Aku meresapi keheningan alam. Menatap ke arah barat. Ada rinjani kokoh menjulang tinggi. Kaku dalam malam bisu. Beberapa waktu yang lalu, kami bertiga berada di sana. Di puncaknya yang terlihat kecil dari kejauhan. Jauh sekali kelihatannya dari pulau ini. Dan semakin membuatku tak menyangka, bahwa sempat menginjakkan kaki di tempat sejauh itu bersama mereka, beberapa hari yang lalu.

Ketika aku menghadap ke timur, Poto Tano terpampang. Berhiaskan suar-suar dan lampu neon benderang. Masih sibuk dengan segala aktifitas bongkar muat kapal. Melihat Sumbawa dari titik ini, seakan menarikku untuk terus bertualang ke timur. Ke Sumbawa, ke Tambora yang gagal kami kunjungi.

Mira asyik di bibir pantai. Sesekali ia tersenyum melihat hasil jepretannya sendiri. Sedangkan Ino di sisi yang agak jauh. Bersedekap berselimutkan kain songket keabu-abuan bermotif indah, baru dua hari yang lalu ia dapatkan di desa Sade. Dari mulutnya, perlahan ia hembuskan asap nikotin menantang angin laut dingin. Matanya lurus menatap gili Sulat dan gili Lampu di hadapannya.

Malam semakin sepi. Suara tawa sekelompok pejalan yang mendirikan tenda di pantai itu. Kini hanya terdengar bisik-bisik lirih, dan cekikikan kecil mereka. Membuat suasana malam makin intim, semakin menjadi milik pribadi sendiri.

Lalu tibalah hari itu. Hari yang paling aku benci dari sebuah perjalanan. Hari ini walau surya terbit dengan perlahan di sebelah timur, didukung cuaca cerah musim kemarau. Tetap saja waktu bergulir kembali. Tak perduli dengan keindahan yang terpampang di atas bentangan alam.



Kami bertiga pagi itu berdiri sejajar. Menyaksikan surya terbit untuk ketujuh kalinya di tempat berbeda-beda seminggu terakhir ini. Kini kami menyaksikannya di celah antara dua pulau utama provinsi NTB. Menyaksikan laut bergelimang cahaya keemasan. Sambil menanti udara hangat menghangatkan badan kami.

Lama sekali kami menunggu surya sempurna bercokol di cakrawala. Sembari mengobrol, dan berkelakar lagi seperti hari-hari sebelumnya.

“Jadi snorkeling nggak Dan?” kata Ino.

“Jadi dong. Mbak Mira ?” tanyaku

“Kalian aja deh. Kalau udah nyebur. Entar aku lihat hasil jepretannya yah? Kalau bagus. Nanti aku ikut.” sahut Mira

Dalam hati aku cuma bisa iri kepada Mira. Karena punya kesempatan dan pengalaman diving di beberapa perairan cantik di Indonesia. Membuatnya menjadi sedikit lebih selektif, dalam memilih spot snorkeling, atau diving. Ah, kapan aku bisa diving? Mendapatkan license pertamaku. Di mana?

Mengenyampingkan semua itu. Aku sudah siap melompat ke air. Walau laut masih terlihat lumayan dingin. Ino pun sudah siap dengan Snorkel dan live jacket sewaannya. Lagi-lagi aku hanya pakai jeans hitam. Dengan bertelanjang dada, kini Aku siap dengan snorkel sewaan dari homestay.

“Gitu doang Dan?” tanya ino melihat kostumku.

“Ya gini aja, he, , ,he, , ,”

“Nggak pakai live jacket?”

“Nggak ah, gini aja.”

“Dasar Akamsi (Anak kampung sini) lo. ha ha ha.” kata Ino berkelakar.

Tak perlu menyewa perahu lagi menuju spot snorkeling di Gili Kondo. Lautan di hadapan kami adalah lahan konservasi bawah laut yang terlindungi. “Byur!” aku terlebih dahulu menyentuh air. Dingin air laut di pagi hari segera merayap di permukaan kulit.

Setelah gunung, satu lagi surga dunia kusambangi. Kini aku menyaksikan alam bawah laut yang eksotis. Terumbu karang menyembul dari dasar laut berpasir.  Pemandangan biru samar-samar kulihat mengitari sekelilingku. Jernih, jernih sekali dunia lain ini. Dunia laut lepas, tempat bersemayamnya ikan-ikan karang berbagai macam bentuk, rupa, dan warna.

Aku terbawa sensasi keindahan yang mengawang-awang. Sebelum akhirnya Ino yang kini mendekat, mengabadikan keceriaan terakhir di Lombok bersamaku. Merekam pesona panorama kedalaman selat alas ini. Bercengkrama dengan ikan-ikan yang lewat acuh-tak acuh di dekat kami.

Setelah sesi foto. Aku kembali menghanyutkan diriku sendiri. Terbawa arus lemah di pinggiran gili Kondo. Sambil memejamkan mata sesaat, berhayal layaknya sedang terbang di udara. Kedua tangan kurentangkan lebar-lebar.

Satu dua jam kemudian, kami berdua naik lagi ke pantai. Mira yang melihat foto-foto bawah laut hasil jepretan Ino. Urung untuk mencoba snorkeling di pulau ini. Ya sudahlah, kalau begitu. Saya dan Ino segera membersihkan diri. Di toilet umum yang disediakan oleh pihak pengelola. Kemudian sekitar jam 8 pagi kami menelpon perahu sewaan kami.

Akhirnya, peristiwa ini datang juga.  Sebuah perpisahan yang manis dari kisah perjalanan seminggu di Lombok. Dan tepat di pulau cantik ini. Di pulau tempat artis ibukota sekelas Duta (shiela on 7) membuang status selebritisnya. Kami menutup sebuah episode perjalanan.

Sampai jumpa kawan pejalan. Episode berikutnya. Boleh jadi kita berjumpa lagi. Di Tambora, Krinci, atau mungkin di Lombok lagi.

 




Comments
6 Comments

{ 6 komentar ... read them below or Comment }

  1. Pantai senjanya keren.
    Lombok memang indah,

    salam kenal
    www.indonesianholic.com

    BalasHapus
  2. sayangnya saya bukan fotographer-nya he he he. . . kan udah ada keterangan di paling atas. maklum, belom punya kamera sendiri. ha ha ha. iya, , , selalu seperti itu. kita berkunjung ke suatu tempat, lalu pergi menyisakan kesedihan dan kenangan, hiks, ,,

    BalasHapus
  3. daniiiiiii... suka tulisannya... kereeen kereeeenn^^

    ino sekarang kerja di konsultan interior di Bali,
    gw masi skak matt niy sama tesis.. hahaha..
    ...semoga gw+ino segera bisa kabur2an lagiii... >.<
    dan semoga kita bisa mendadak bareng lagi di ekspedisi antah berantah yang lain yaaa... ^^

    BalasHapus
  4. Mbak miraa, , , he he he, , , semoga tesis-nya cepat selesai, , , ayo kaburrrrr ! ha ha ha ditunggu di Bali sama Ino. . .

    BalasHapus
  5. ketahuan deh, kenapa selama ini saya kepo dan bawa notes ke mana-mana ha ha ha, , , ini nih tujuannya, wkwkwkwk

    BalasHapus

berlangganan

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © ESCAPE - Metrominimalist - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -