Widgets

Posted by : Unknown Selasa, 04 Februari 2014

Jalan-jalan, perjalanan, berjalan, traveling, apapun nama yang disematkan dalam kegiatan tersebut, memang berdampak adiktif (Nagih). Mengapa bisa seperti itu?

Nenek moyang kita umat manusia -entah teori apapun yang anda percayai- ketika muncul pertama kali ke muka bumi, harus melakukan perjalanan. Agama langit menceritakan tentang Adam, yang berjalan dengan tujuan mencari pasangannya Hawa (Eve/Eva). Pemuja ilmu pengetahuan, percaya manusia pertama harus berjalan dari titik awal keberadaannya di Afrika, demi bertahan hidup (mencari makan).

Perjalanan adalah aktifitas pertama yang manusia lakukan sebelum makan. Jadi menurut hemat saya, urusan perut itu nomor dua. Yang utama tentu adalah proses pencarian.
Untuk urusan mencari –apapun yang anda cari- Di masa semutakhir ini. Manusia sedikitnya harus menggerakkan jemarinya di atas keyboard.

Setelah semua kemudahan yang tercipta di zaman .com ini. Masih perlukah manusia berjalan ke luar rumah? Bahkan makanan saja bisa datang sendiri sampai muka pintu. Apalagi yang harus dicari, setelah Google sukses menggantikan kedudukan anjing pelacak terhebat di atas muka bumi.

Bagi anda yang masih berdiam diri, merasa lengkap dengan tumpukan buku, nyaman dengan kehidupan bergaji bulanan. Sesungguhnya DNA anda menolak untuk lupa kultur berjalan di atas muka bumi, yang telah dilakukan oleh nenek moyang manusia selama ribuan tahun lamanya. Aktifitas yang setara kastanya (bahkan lebih tinggi) dengan kebutuhan pokok ini. Telah menggumpal dan membentuk jejak biologis dalam kromosom yang mengalir hilir-mudik di tulang belakang anda.

Buktinya? Cobalah berdiam selama tiga bulan di rumah. Atau yang lebih ekstrim lagi. Lakukan kejahatan kecil, kemudian serahkan diri ke pihak berwajib. Saya pastikan anda akan menuntut kebebasan. Tentu saya mengetahui rasanya, karena –bukan saya- ada kemenakan yang dipenjara karena sebuah perkelahian jalanan. Penahanan beberapa hari itu membuatnya stres minta ampun, bahkan sampai menangis tobat menyesali tingkah lakunya di suatu malam yang sunyi.

Rekreasi

Sebetah-betahnya anda di rumah. Anda membutuhkan sedikit rekreasi, mengganti suasana baru, walau dengan cara sekedar mengganti wallpaper kamar anda mungkin? Lebih lanjut lagi, tingkatan rekreasi ini tentu bersifat tamasya, wisata, bertualang, ekspedisi, maupun journey.
Bagai sebuah barang elektronik, manusia diciptakan juga untuk mengisi ulang energi dalam dirinya. Sehingga itulah kegiatan recharge manusia disebut rekreasi/recreation. Mengkreasi ulang, karena sesungguhnya manusia hidup untuk berkarya (ibadah). Perkara  berkarya ini, tentu manusia membutuhkan energi. Uniknya energi yang dibutuhkan, tidak hanya fisik, tapi juga rohani.

Aku lagi-lagi menganalogikan manusia dengan barang elektronik : Ketika laptop, smartphone, atau i-pod anda recharge. Tentu jalan terbaik adalah mengistirahatkannya dari kegiatannya (Tidak dipakai). Bisa saja anda men-charge alat tersebut sambil dipakai. Dampaknya, selain tidak maksimal. Tentu juga memperpendek umur benda tersebut (tidak awet).

Begitu juga manusia, ketika melakukan rekreasi. Jalan terbaik ialah, dengan melakukan kegiatan di luar rutinitas sehari-hari. Bisa saja anda rekreasi sambil bekerja, tapi sama seperti barang elektronik tadi. Jangan-jangan  selain tidak maksimal, juga mampu , , , ah! Anda sudah tahu apa yang ingin aku sampaikan.

Oleh karena itu, ketika seseorang memanfaatkan rekreasinya secara maksimal. Ada energi yang memenuhi jiwanya. Ini menjelaskan, mengapa orang-orang tidak segan mengeluarkan banyak biaya untuk hal –yang seringkali anda anggap aneh- ini.

Pelaksanaannya yang sesekali dan menyenangkan inilah, yang mengakibatkan kegiatan rekreasi ini menjadi candu (adiktif). Namun kecanduan rekreasi, jalan-jalan, melakukan hobi yang disukai. Tidak seburuk kecanduan rokok, alkohol, drugs, dan sex. Justru kecanduan dalam hal ini mampu memperkaya rohani (baca mempertipis kantong –pen.).

Integritas

Percaya atau tidak, seringkali melakukan kegiatan rekreasi ini, apalagi jalan-jalan. Mampu menumbuhkan integritas dalam diri.

Integritas? Terlalu tinggikah makna kata ini? Kata benda yang oleh Purwadarminta diartikan sebagai sebuah kesempurnaan, kesatuan, keterpaduan, ketulusan. Semua arti kata itu tepat sekali mendukung pembentukan sosok pribadi manusia yang diharapkan. Yaitu manusia yang “paripurna”, atau secara sederhananya ialah manusia yang penuh dengan “kemuliaan”.
Sebagai penikmat sejarah. Aku sepakat dengan Purwadarminta dalam menjabarkan kata unik ini. Terbukti Empu-empu, Begawan, Pujangga, di zaman kerajaan Nusantara dahulu. Merupkan genus manusia yang dianggap berintegritas tinggi di zamannya. Sehingga kasta mereka setara Brahmana, dekat di bawah kaki Raja-Raja. Contohnya : Empu Prapanca, dan Empu Tantular.

Siapakah mereka? Jika anda sempat membaca, sedikitnya kutipan-kutipan terjemahan Kitab-kitab Negarakertagama dan Sutasoma. Terungkap bahwa mereka adalah pejalan. Mereka membelah setapak di gunung-gunung, demi mencari, mencatat demografi desa-desa, bertanya pada guru-guru, dan penjaga-penjaga candi kuno.

Nabi dan Rasul besar pun hijrah atas perintah dan kuasa Allah (Tuhan). Tuhan yang bersemayam di langit sana, dengan caranya yang tak pernah mampu kita tebak. Menggerakkan kita, menggurui, dan menciptakan nikmat yang  bernama “perjalanan” umat manusia. Perjalanan menurut saya, tentulah sebentuk sekolah yang diciptakanNya.

Melalui perjalanan, manusia langsung belajar lewat seorang guru terbaik di muka bumi, bernama pengalaman. Pengalaman yang memperkaya panca indra. Pengalaman yang menebalkan jiwa sosial.  Pengalaman menyodorkan rasa manisnya gula. Pengalaman memaksa manusia menelan pil pahit. Pengalaman-pengalaman lain yang tentu masih banyak lagi jenisnya.

Ajaibnya, Allah memerintahkan pengalaman untuk mendampingi setiap individu. Bagai sidik jari, atau partikel salju yang tak pernah identik. Begitu juga diciptakanNya pengalaman yang mendampingi manusia itu. Sebagai guru privat gratis seumur hidup. Pengalaman ini begitu personal sifatnya. Tak ada pengalaman satu manusia, yang benar-benar sama persis dengan manusia lainnya. Sampai-sampai aku curiga. Pengalaman itu sebenarnya nama lain dari kedua malaikat di kanan-kiri kita. Hahahaha :D

Ada 10 Karakteristik Integritas itu :
1.            Anda menyadari bahwa hal-hal kecil itu penting.
2.            Anda menemukan yang benar (saat orang lain hanya melihat warna abu-abu).
3.            Anda bertanggung jawab.
4.            Anda menciptakan budaya kepercayaan.
5.            Anda menepati janji.
6.            Anda peduli terhadap kebaikan yang lebih besar.
7.            Anda jujur namun rendah hati.
8.            Anda bertindak bagaikan tengah diawasi.
9.            Anda mempekerjakan integritas.
10.        Anda konsisten.

Ketika anda merasa, bahwa ada satu atau bahkan lebih dari satu karakteristik Integritas yang anda dapatkan, saat kembali dari perjalanan anda. Selamat, anda telah terlahir ulang. Jika belum, mungkin rekreasi anda belum berkualitas.
Satu tips dariku, agar pada saat anda kembali dari sebuah perjalanan kelak. Anda terlahir kembali menjadi manusia berintegritas.

“Ketika lautan naik ke langit, air hujan yang turun akan menjadi tawar.” Oleh karena itulah, perjalanan menggunakan kapal laut itu lebih baik daripada menggunakan pesawat. Perjalanan menggunakan mobil itu lebih baik daripada dengan kapal laut. Perjalanan menggunakan kuda itu lebih baik daripada menggunakan mobil. Berjalan dengan kaki itu lebih baik daripada dengan naik kuda.

Akhir kata dariku kawan yang budiman. Lets Get Out! Sampai ketemu di sebuah tempat kelak, tanpa janji sebelumnya. Kita bertemu karena sama-sama saling melemparkan senyum, dan sama-sama menandai jati diri lewat ransel yang menempel erat dipunggung kita masing-masing. Wassalamualaikum.

Comments
11 Comments

{ 11 komentar ... read them below or Comment }

  1. Balasan
    1. Terimakasih om, masih banyak blogger yang lebih keren lagi om. . . :) maju terus blogger Indonesia he he he

      Hapus
  2. Tulisan yang filosofis & dalam. Saya suka model tulisan begini ^_^. Perjalanan memang adalah petualangan pribadi (spt yg disebutkan sebuah buku). Perjalanan akan bermakna ketika ditadabburi, tak hanya seneng2 aja. Saya juga pengen banget bisa sering2 bertualang jauh. Cuma ongkosnya itu loh... :D. Untuk sementara, refreshing jalan kaki keluar rumah, sekadar jalan2 ke ruang terbuka publik seperti taman juga asyik untuk mencharge.
    Salam kenal :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah selamat, lewat aktifitas keluar rumah sedekedar saja. mbak Euisry sudah bisa me-recharge kembali diri sendiri. luar biasa. Anda mungkin telah menemukan karakteristik integrtas nomor 1. dalam diri anda. salam kenal :)

      Hapus
  3. suka am tulisannya bro...belajar..Tinggal di Malang or Lombok om..mau belajar ne

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang tinggal di Lombok om, , , saya juga masih belajar... belajar sama om Yudasmoro dan Gola Gong om, mereka guru saya :P

      Hapus
    2. ohhh kapan2 dah pengin ketemuan sekalian berguru haha..ya saya baca tulisan om Yudasmoro...hehe,,maklum dulu sangat benci ngarang dan pelajaran bahasa. baru setahun terakhir ini pengin belajar ngarang hehe

      Hapus
  4. Great article! Wah sayang dulu pas ke lombok, kita belum saling mengenal. Silakan kontak saya ya kalau main ke Solo mas :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih, sayang sekali ya? keep in touch. Mudah2an ada waktu ke Solo

      Hapus
  5. sangat bagus filosofinya, saya sangat suka membacanya enak. ehmmm sepertinya mas lalu ahmad pantas jadi filosofis dan pemotivator seperti bapak mario teguh ya,, semoga harapan yang aku doakan menjadi nyata ya hihihi...

    salam dari solo

    BalasHapus
    Balasan
    1. ah saya cuma mau jadi kuli tinta saja bang, doakan yah he he he

      Hapus

berlangganan

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © ESCAPE - Metrominimalist - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -