- Back to Home »
- adventure , heritage »
- Menuju titik nol peradaban mataram islam
Posted by :
Unknown
Selasa, 30 Juli 2013
Perjalanan
Menuju Ke Awal Peradaban Islam
Pukul 07.40 WIB, tepat di halte depan royal Ambarukmo. Aku
menunggu kapsul waktu yang akan membawaku ke titik awal sebuah peradaban. Tempat legendaris yang menyimpan beribu cerita
sejarah, misteri, dan kehidupan di masa lalu. Kapsul
waktuku yang berbentuk bus trans Jogja jalur 1B pun datang. Sepagi itu, bus trans Jogja masih lengang sekali.
Sebagai orang Indonesia yang
jarang menikmati fasilitas transportasi umum yang baik, dan tidak pernah
melancong ke luar negeri. Perasaan khayali mengiringi kepergianku menaiki trans
Jogja. Dengan menaiki bus tersebut, aku merasa seperti di London atau di Korea
saja.
Pagi cepat sekali menjadi
siang. Padahal perjalanan Janti-Tegal Gundu tak sampai memakan waktu setengah
jam. Sensasi seperti sedang menggunakan bus di luar negeri itupun menguap
begitu saja diterjang panasnya jalanan di Kota Gede (Yogyakarta).
Tujuan perjalananku kali ini
ke Yogyakarta memang ke Kota Gede, gudang cerita masa lalunya Yogyakarta. Menyusuri
jalan menuju ke Kota
Gede saja. Aku sudah
terpana dengan sebuah bangunan
masjid di pinggir jalan. Tepat di sebelah timur halte. Masjid Baitul Qohar
namanya. Berdiri tegak dengan gaya
khas bangunan jawa. Sejenak aku
memandang arsitekturnya yang menawan indra pengelihatanku.
Langkahku tak berhenti di situ saja. Ada
mesjid lain yang akan aku kunjungi
kali itu. Masjid besar Mataram. Terletak di
sebelah selatan pasar. Berjarak satu
kilometer dari halte Tegal Gundu ke arah timur.
Masjid besar Mataram ini
adalah masjid tertua di Yogyakarta. Dibangun sejak tahun 1640an, pada masa kerajaan Mataram Islam. Sama halnya dengan
Taj-mahal di India. Mesjid tersebut adalah sebuah prasasti yang dibangun untuk mengenang cinta dan kematian.
Masjid tersebut memang dibangun untuk mengenang Nyai Ageng Pemanahan. Sang permaisuri dari Ki Ageng Pemanahan. Raja dari kerajaan Mataram Islam Pertama, yang dikubur di kompleks pemakaman raja-raja mataram islam. Kompleks makam tersebut memang satu area dengan situs masjid besar mataram.
Masjid tersebut memang dibangun untuk mengenang Nyai Ageng Pemanahan. Sang permaisuri dari Ki Ageng Pemanahan. Raja dari kerajaan Mataram Islam Pertama, yang dikubur di kompleks pemakaman raja-raja mataram islam. Kompleks makam tersebut memang satu area dengan situs masjid besar mataram.
“Mau ke mana?” tanya seseorang yang
sedang duduk di atas bangku
panjang.
“Mau melihat-lihat masjid pak”
“Oh silahkan-silahkan. Kalau makam
tutup selama bulan puasa. Tapi kalau mau masuk sampai sendang boleh” sahutnya
lagi.
Setelah berbincang ramah-tamah dan
memperkenalkan diri,
aku pun beranjak memasuki gerbang masuk masjid
dan makam yang berpuncakkan topeng kemamang. Dahulu
kebiasaan memberikan tanda tahun pembuatan sebuah bangunan, memang ditunjukkan
secara simbolik seperti kemamang yang menunjukkan bahwa tempat tersebut dibangun
kira-kira pada abad ke 17
Masehi. Masa itu kemamanglah simbolnya. Mungkin mirip seperti kebudayaan cina
kuno yang menyimbolkan tahun-tahun tertentu dengan simbol hewan.
Selain Kemamang, masih banyak
simbol-simbol lain yang aku temukan di dalam
masjid besar ini.
Memasuki halaman
utama. Simbol pertama yang bisa ditangkap oleh indra pengelihatanku adalah. Sebuah jam berpuncakkan mahkota
raja jawa bertuliskan P X B. Usut punya usut, ternyata
masjid tersebut
dahulunya direnovasi oleh dua kerajaan keturunan langsung Mataram Islam. Yaitu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kesultanan Surakarta. PXB di atas Jam tersebut menandakan bahwa Pakubuwono ke X pernah merenovasi tempat tersebut.
dahulunya direnovasi oleh dua kerajaan keturunan langsung Mataram Islam. Yaitu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kesultanan Surakarta. PXB di atas Jam tersebut menandakan bahwa Pakubuwono ke X pernah merenovasi tempat tersebut.
Menelusuri lebih dalam ke kompleks
sendang yang searah dengan makam.
Seluruh indraku tak hentinya disergap oleh segala pesona sakral budaya jawa kuno.
Mataku tak lepas dari terjangan arsitektur pagar masjid, yag lebih mirip
seperti pintu masuk candi. Hidungku tertusuk oleh bau kemenyan yang langsung
membawaku ke dalam suasana mistis. Alunan musik jawa, lamat-lamat menyayat
telingaku. Semakin membawa pengunjung ke dalam kesakralan kompleks makam yang diagungkan
tersebut.
Ada ratusan raja-raja berbaring di
tempat tersebut. Panembahan Senopati, Ki Ageng Pemanahan, Jaka Tingkir, Hingga Ki Ageng
Manggir. Nama-nama yang telah membangun dan menorehkan sejarah awal kerajaan
Mataram Islam di tanah Jawa.
Mataram bagi penyuka cerita
sejarah, adalah sebuah cerita yang besar dan panjang. Peradaban di Kota Gede
inilah yang menurunkan langsung dua Kesultanan di Jawa Tengah saat ini. Yaitu
Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat dan Kesultanan Surakarta (Solo), namun peradaban
yang kini menyisakan sedikit sekali
situs sejarah itu. Seakan menghilang dan terlupakan. Bangunan-bangunan
yang berdiri saat ini. Adalah saksi terakhir yang bisa bertahan.
Lanjut baca di Kraton Mataram Islam
Suasana Makam.
1. Abdi Dalem yang setia menjangga warisan sejarah dan para raja di Kotagede
Lanjut baca di Kraton Mataram Islam
Suasana Makam.
1. Abdi Dalem yang setia menjangga warisan sejarah dan para raja di Kotagede
2. Memasuki Makam Raja-Raja, Tamu harus mengenakan pakaian adat.
image source :
|