- Back to Home »
- others , story »
- Blitar Love Story Meet The Roller Becak Coaster
Posted by :
Unknown
Sabtu, 30 November 2013
Blitar
Love Story
Ini kisah lain saat musim masih dibekap
pengapnya kemarau. Kala itu manusia telah menanggali matahari selama 2010 tahun
lamanya, dan akan terus diperhitungkan. Lalu Tepat di masa itu. Ada sebuah
cerita tentang dua orang anak manusia. Satu laki-laki dan yang satunya lagi
perempuan. Mereka berdua telah dipertemukan oleh takdir yang misterius. Lalu
disatukan dengan janggal oleh perasaan-perasaan yang menaungi mereka. Aku
persembahkan untukmu kawan, sebuah cerita cinta.
***
Pada
suatu pagi. Si anak Laki-laki itu masih terlelap di ruangan sekertariat
Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ). Bersama kedua orang sahabatnya. Mereka
bertiga bagai bayi yang terbuai mimpi dalam lelap. Siap meledak jika terusik
dari tidurnya, oleh gangguan macam apapun.
Kuberitahukan
kau kawan. Laki-laki macam mana yang selalu alpa pada janji-janji yang
dibuatnya di kala pagi hari. Laki-laki itu berstatus mahasiswa, plus seorang aktivis kampus. Jangan
ditanya penampilannya. Pakaiannya saja kusut, karena jarang disetrika. Merekalah
mahluk-mahluk yang dijauhi dari kasih sayang orangtua.
Ke
kampuspun sering terlambat, atau bahkan bolos kuliah. Kalau suatu waktu kawan
berjanji dengan Laki-laki macam itu. Bersiap-siaplah untuk kesal, dan jengah
dengan mereka. Sering kali laki-laki model begitu, banyak menghabiskan waktu di
malam hari sampai azan subuh meletihkan mereka. Kalau pun mereka sedang tidak sibuk
menyiapkan sebuah acara. Bercengkramalah mereka sambil bermain kartu remi, hampir
setiap malam.
Di
tempat lain. Di pagi hari yang sama. Si anak perempuan dengan rambutnya yang kelewat panjang sampai di bawah
pinggang. Telah siap di atas sepeda motornya. Ia merapikan poninya, lalu
memasang helm sebelum sejurus kemudian ia melaju ke jalanan yang sudah mulai
ramai. Entah apa yang membuatnya percaya, bahwa laki-laki yang berjanji
dengannya pagi itu. Akan siap dengan rambut tersisir rapi. Pakaian layak yang
telah teruap bau minyak
wangi. Tersenyum padanya dengan sederet gigi rapi. Dan kita lihat saja nanti.
Handphone
anak laki-laki itu berdering berkali-kali. Setelah kesempatan Miss Call yang ketiga. Si pemilik HP
baru mau mengangkatnya. Itupun dengan perasaan malas karena kantuk yang masih
menyerang. Melirik ke layar HPnya. Ia terperanjat.
“Astagfirullahalazim!”
pekiknya.
Kedua
temannya yang sedang tidur pulas sampai terbangun mendengar pekikan itu. Kaget
mereka dibuatnya. Dipikirnya ada kebakaran atau musibah yang menimpa
sekertariat mereka saat itu.
“Ada
apa?” tanya Iid setengah berteriak, karena fikirnya telah terjadi kondisi
darurat.
“Sherly
telpon bro.”
“Jangkrik! aku pikir ada apa.”
“Iya
nih kamu ini ngagetin orang aja! Sialan!” sungut Leo yang terbangun hampir
bersamaan dengan Iid. Betapa terkejut dan dongkolnya ia, karena paginya yang
nyaman dihancurkan pekikan ajaib itu.
Kedua
kepala manusia itu sudah hampir menyentuh bantal lagi, sebelum akhirnya
keduanya terperanjat hampir bersamaan. Mereka teringat oleh kalimat terakhir
kawannya yang menyebut-nyebut nama seorang wanita. Rasa penasaran kini
menjalari fikiran dua mahluk bertabiat jahil itu. Rasa penasaran yang mampu
mengalahkan rasa kantuk mereka yang akut.
“Sherly
siapa Id?” tanya Leo hampir seperti orang berbisik.
“Sherlyyyyy,,,
siapa yah?” Iid mulai mengingat dan meraba-raba jauh ke dalam fikirannya.
Dimanakah kiranya nama seperti itu ia selipkan di sela-sela ingatannya.
“Waduh,
si Dani lagi deket sama cewek kayanya nih.” sudut mata Leo kini berubah licik.
Senyum tersungging miring.
Dari
arah luar. Si anak laki-laki yang menerima telpon di teras sekertariat kembali
masuk dengan gugup.
“Alhamdulillah
yo, kamu gak tidur lagi.”
“Kenapa
bro?”
“Boleh
pinjem motor kamu?”
“Mau
ke mana emangnya?”
“Mau
balek ke kos bro. Mau mandi. Aku lupa kalau hari ini aku ada janji sama orang.”
“Sama
siapa?”
“Sama
temen.”
“Tuh
cari aja kontaknya di tempat biasa.”
“Thanks bro.”
“Tapi
abis mandi, sepeda motornya balikin ke sini lagi yah. Mau dipakai buat
ngabuburit entar sore.”
“What !” pekik Dani.
“Why ?” jawab Leo datar.
“Kagak
boleh dipinjem lamaan dikit apa bro?”
“Sory bro. Kagak bisa.” ada sedikit
senyum culas dalam seraut wajahnya yang bundar.
“OK
bro. Ane balikin deh.” Kata Dani dengan nada terpaksa.
Hampir
30 menit kemudian. Si anak Laki-laki yang kuceritakan itu datang membawa sepeda
motor pinjaman ke sarang penyamun. Sekertariat keparat yang sudah ditongkrongi
kedua sahabat bengalnya yang belum mandi itu.
Di
belakang sepeda motor pinjaman milik si Leo. Ada sepeda motor bebek biru
metalik yang mengekor dari belakang. Rupa-rupanya si pengendara terakhir
malu-malu datang ke sekertariat tersebut. Namun dengan berbagai jurus. Si anak
Laki-laki itu telah meyakinkannya, kalau urusan mengembalikan sepeda motor itu
akan cepat berakhir.
“Tumben
Dan? Pagi-pagi sudah ganteng. Pada mau kemana nih?” kata Iid yang bertubuh
tinggi besar. Mereka tengah duduk di teras sekertariat. Senyum ganjil
mengembang di balik wajah mereka.
“Eh!
siapa tuh Dan, yang ada di belakang?” kata Leo menambahkan.
“Iya
nih, gak dikenalin!”
“Aduh
bro. Sory nih buru-buru.”
Muka
Sherly memerah di balik helm yang menutupinya. Bagaimana ia tidak tersipu kalau
tahu sedang dikerjain sama kedua
seniornya di kampus. Dalam batinnya ia mengutuk. Kenapa juga harus ada acara
mengembalikan sepeda motor ke sekertariat segala.
Padahal
ia ingin ada sedikit rahasia dan privasi di antara dia dan Dani pagi ini. Dani
pun begitu. Ia merasa digagahi oleh kedua sahabatnya pagi ini. Akan terasa
lebih nyaman jika saat ini. Proses pendekatannya dengan cewek imut berambut
panjang tersebut hanya dia seorang yang tahu.
“Ah!
Gitu? sama temen sendiri main rahasia segala kamu sekarang Dan.” ledek Leo
lagi, seperti tahu isi hati kedua korbannya yang hanya bisa canggung dalam
kondisi itu.
“Jangan
kebanyakan omong deh! Nih kontaknya. Aku mau pergi dulu.”
“Pada
mau ke mana sih? Puasa-puasa kok kencan bro?” kata Iied ditingkahi cengirannya
yang paling menyebalkan saat itu.
“Ahhh!
Pada mau tahu aja ya urusan orang.” jawab Dani yang kian resah.
“Yuk
ya, kita mau pergi dulu.” sambungnya lagi.
“Ya
udah hati-hati di jalan bro. Jagain anak orang.” Kata Iid.
Sepeda
motor sudah memutar balik di halaman sekertariat. Namun Sebelum sepeda motor
tersebut benar-benar menjauh pergi, dan suara-suara cekikan masih dalam
jangkauan pendengaran pengemudinya. Tiba-tiba ada teriakan dari arah teras
sekertariat Himpunan Mahasiswa itu. “Sher... ! kalau udah pada jadian. Jangan lupa traktirannya yaaa!” Sebuah gelak tawa nakal godaan
mengiringi kepergian dua anak manusia yang malu-malu itu.
***
Mereka
tiba di Stasiun sudah pukul 07.15 pagi. Kereta jurusan Malang-Surabaya telah
berangkat pukul 07.00 waktu setempat. Tidak ada ampun bagi penumpang yang
terlambat. Kereta yang angkuh telah meninggalkan dua anak manusia itu.
“Bagaimana
kalau kita ganti aja rencananya.” usul Dani sambil memperhatikan jadwal
keberangkatan kereta pagi ini.
“Ke
mana?”
“Blitar.”
“Ayo!
Siapa takut.”
Tanpa
menunggu lebih lama lagi. Dani pun membeli dua buah tiket kereta api
Malang-Blitar yang berangkat pukul 07.30 pagi. Saat itu harga tiket KA ekonomi
Maoang-Blitar masih seharga Rp. 3.000.
***
Di
dalam kereta jurusan Malang-Blitar itu. Dua orang anak manusia tadi sudah duduk
berhadapan di kursi penumpang Kereta Ekonomi yang sempit. Kondisi tersebut
memberi peluang bagi keduanya untuk menjadi lebih dekat.
“Mas.
Sudah cerita apa aja sama mas Leo, dan Mas Iid?”
“Enggak
ada.”
“Kok
mereka pada tahu namaku?”
“Yah
tahulah, kita kan satu jurusan.”
“Tapi
kan aku anak baru mas, cepet banget mereka hapal nama anak baru di kampus?”
selidik Sherly.
“Siapa
yang nggak tahu, kalau kamu beda daripada yang lain. He he he.”
Memang
salah satu hal yang menonjol dari si anak perempuan itu adalah rambutnya.
Sering kali semua mata tertuju pada rambut yang panjangnya menjulur dari kepala
sampai hampir paha itu –yang hari itu ia kepang dua-.
“Sory yah, gara-gara aku telat bangun.
Kita jadi ke Blitar deh, bukannya ke Surabaya.”
“Telat?
Mas tuh kalau nggak aku telpon, pasti ngelupain janjinya. Ngaku nggak loh?”
Untuk
yang satu ini. Dani benar-benar mati kutu. Tak ada alasan yang terlintas untuk
membalikkan kenyataan yang sebenarnya. Hanya senyum yang bisa ia berikan.
Senyum yang membuat dongkol cewek berambut panjang yang duduk di hadapannya
saat itu.
Sudah
aku bilang sejak awal paragraf tadi kawan. Takdir bagi kedua orang manusia ini
adalah sesuatu yang bersifat misterius. Sedangkan dalam hati. Sherly sangsi
sebenarnya untuk mengalihkan tujuan perjalanannya. Mulanya mereka akan pergi
bersama-sama ke Surabaya. Menghabiskan waktu berdua di sebuah Kota besar. Ada
banyak tempat yang ingin dikunjunginya di kota itu.
“Gimana
Sher?” tanya Dani meminta persetujuan.
Entah
apa yang mendorong Sherly untuk setuju saja usulan itu. Sedangkan Dani berfikir
keras langkah-langkah selanjutnya. Sebagai laki-laki dia harus bertanggung
jawab atas semua kejadian pagi ini. Untuk itulah ia menunjukkan sikap percaya
diri dan keyakinan yang dibuat-buat agar terlihat sebagai sang pemberi solusi.
Padahal dalam hatinya, tersimpan ragu-ragu yang bergetar hebat. “Ke Blitar mau
lihat apa?” pekik Dani dalam hati.
Kali
ini ia mencoba mengadu nasib perkencanannya pada spontanitas dan
keajaiban-keajaiban. Ia tidak mau kencannya kali ini gagal. Ia tahu benar kalau
kencan bertemakan “Naik Kereta Api” yang unik kali ini adalah sebuah anak kunci
yang jika cocok. Maka akan mampu membuka pintu hati Sherly lebar-lebar.
Sepanjang
jalan rel KA Malang-Blitar. Sambil ngobrol ngalor-ngidul
dan mempertahankan sikap tenang yang santai. Dani berfikir keras. Bagaimana
cara merubah bencana menjadi dewi fortunanya.
Dani
benar-benar mengerahkan seluruh imajinasinya yang liar. Bukannya mengajak
kencan di Cafe mewah penuh kemilau. Ia malah dengan cerdas mengajak perempuan
yang sedang ditaksirnya itu untuk bepergian jauh. Diajaknya kabur seharian
melepaskan penat ke luar kota. Menyaksikan hamparan pemandangan hijau yang jauh
ke desa-desa. Tak ada yang lebih cepat mendekatkan kedua insan Illahi daripada
sebuah romansa perjalanan berdua yang indah. Dani benar-benar belajar dari
pengalaman membaca buku-buku klasik kisah petualangan.
“Sudah
sampai Blitar nih. Kereta terakhir ke Malang berangkat pukul empat sore mas.”
Kata Sherly di Stasiun Blitar. Dia langsung melongo melihat jadwal Kereta Api
Blitar-Malang. Padahal baru saja menginjakkan kakinya di tanah kelahiran sang
proklamator itu.
“Ya
udah kita jadinya punya sekitar enam jam buat keliling kota Blitar.”
“Hah?
Jangan! Entar aku pulangnya kemaleman. Terus Bapakku bisa marah-marah.”
“Terus
mau balik ke Malang jam berapa?”
Sherly
melirik jadwal kereta api sekali lagi. “Gimana kalau jam 12 aja?”
“Busyet,
kita Cuma sejam setengah-an doang dong di Blitar?” Kata Dani sambil melihat jam
di dinding stasiun. Waktu menunjukkan pukul 10.30 WIB.
“Yah
mau gimana lagi mas. Masa mas tega lihat aku pulang kemaleman.”
Yah
begitulah kalau bibit cinta sudah tumbuh dalam dada anak manusia. Jauh-jauh ke
kota berjarak 3 jam perjalanan. Naik kereta api ekonomi yang padat
berdesak-desakkan. Lalu kembali lagi pulang, hanya setelah satu setengah jam
menjejakkan kaki di kota yang asing bagi keduanya. Semua hal muskil macam
begitu bisa dilakukan, karena ada segumpal energi magis yang mendorong mereka
untuk melakukannya. Energi yang tidak bisa dijelaskan oleh logika matematika.
“Satu
setengah jam di Blitar ngapain yah enaknya?” sahut Dani melempar tanya.
“Enggak
tahu?”, Sherly mencoba menyerahkan semua keputusan kepada si anak Laki-laki
tersebut. Dengan begitu ia akan tahu, sejauh mana si badung ini mampu membuat
keputusan-keputusan. Apakah ia tipe laki-laki yang seperti ada dalam pikirannya
selama inikah? atau bukan?
Salah
jika Sherly memberi kesempatan kepada si anak Laki-laki yang satu ini. Dia
penuh energi, gila, sekaligus cuek. Asal sanggup menahan segala rasa malu. Maka
bersiap-siaplah menjadi bagian dari badai keonaran ini.
“Mau
naik Becak?” tawar Dani Pada Sherly.
Sejenak
Sherly berfikir, apa istimewanya naik becak. Di Malangpun ada banyak becak yang
berjejer. Jauh-jauh datang ke kota orang hanya untuk naik becak.
“Boleh.”
jawab Sherly. Walau hatinya agak ragu, namun ia mengucapkan saja kata-kata itu.
Tak ada pilihan lain selain menyerahkan semuanya pada anak laki-laki yang penuh
daya imaji dan kreatifitas tingkat tinggi itu.
“Pak
Becak pak.”
“Mau
kemana mas?”
“Ah
muter-muter aja kok pak. Sampai jam 12 siang pokoknya muter kota Blitar, kemana
aja deh terserah bapak.” kata Dani penuh semangat dan memberi kedipan mata pada
kalimat terakhirnya. Sebuah kedipan yang berarti. “Saya lagi ada kencan, tolong
saya pak.”
Bagi
bapak-bapak tukang becak itu. Ini adalah rejeki nomplok di siang bolong. Tidak
ada yang lebih menguntungkan daripada mengantar dua pasangan yang lagi dimabuk
cinta. Demi memuaskan fantasi romantisme keduanya. Bapak tukang becak ini yakin
akan dibayar lebih.
Dani
berharap dalam hati. Jalan-jalan dengan Becak akan membangkitkan sebuah
kenangan romantis sebuah perjalanan menyusuri jalanan kota Blitar ini. Semoga
dengan semua atribut itu. Semua tetek bengek tentang kencan ini akan berkesan
di hati si anak perempuan gebetennya itu.
Dalam hati Sherly berkata. “Bolehlah naek becak
sekali-kali di kota orang daripada nggak ngapa-ngapain sama sekali, udah
jauh-jauh dateng juga.”
Ketiga
orang dengan berbeda jalan fikiran itu sudah bersiap di atas becak. Bapak-bapak
tukang becak sudah siap di tempatnya. Kedua insan manusia itu pun sudah duduk
berhimpit-himpitan di becak yang sempit untuk dua orang itu.
Awalnya
mereka bergerak perlahan saja kawan, tapi lama-lama, entah apa yang ada dalam
kepala Bapak tukang becak itu. Laju becak semakin kencang. Bayangkan, kedua
orang berhimpitan di dalam becak yang agak sempit. Pandangan ke depan terbuka
cukup lebar. Sepeda motor, mobil, pejalan kaki bisa disaksikan dari atas laju
becak. Tapi ini becak gila yang sedang berusaha mencapai titik kecepatan
maksimalnya.
Kayuhan
bapak tukang becak membuat tempat duduk penumpang di depan sedikit
melenggak-lenggok ke kiri dan ke kanan. Megal-megol yang sedikit itu pun di
mainkan oleh Dani agar mendapat sensasi goncangan yang lebih mantap/ Hal itu
terang membuat kedua penumpangnya berasa naik roller coaster.
Mulaialah
pak tukang becak berulah, karena merasa penumpangnya malah menambahi ketegangan
yang terjadi akibat laju kencang becak anginnya itu. Memutari jalanan kota
Blitar dengan kecepatan penuh seakan ada tabung nitrogen yang ditaruh bapak
tukang becak untuk memberikan sensasi ngebut luar biasa.
Bukannya
takut, kedua pemuda-pemudi tersebut malah menikmati dengan girang laju kencang
Becak. Adrenalin mereka terpompa, nyali mereka di uji di jalanan kota Blitar
yang terik. Sesekali tukang becak melenggak-lenggok mendahului becak lain yang
berjalan santai. Kedua penumpang gila itu malah kegirangan. Becak sewaannya
unggul di segala bidang. “Ayo pak! Kejar terus pak ha ha ha.” Sherly girang
dengan aksi ugal-ugalan itu. Sedangkan Dani heran, ternyata gadis di sampingnya
ini agak sedikit gokil juga. Cocok dech kayaknya. He he he he.
Tiba
pada sebuah perempatan lampu merah. Pak tukang Becak bukannya berhenti
mengambil nafas. Becak malah menerobos tanpa takut. Sedikit pekik ketakutan
anak perempuan itu akan tingkah becak ngawur bak raja jalanan kota Blitar yang tak
takut apa-apa ini, membuat tangan kedua penumpangnya bersatu saling
menggenggam. Entah bagaimana perasaan Sherly saat itu, tapi Dani pasti
merasakan kejut listrik yang dinikmatinya dengan iklas. Terlebih ketika melihat
sepeda motor dan mobil melaju kencang melintas di depan becak itu. Sensasi
hampir kecelakaan yang anehnya membuat adrenalin terpompa. Keringat dingin Dani
mengucur di keningnya. Namun Sherly malah tertawa girang bak anak kecil.
Menyemangati pak tukang becak untuk menerabas jalan raya yang lumayan ramai
pagi itu. Agar cepat sampai di seberang jalan.
“Ke
Makam Bung Karno nggak mbak? mas?” sahut tukang becak dari belakang. Sambil
memelankan sedikit laju becaknya.
“Jauh
nggak pak?” tanya Sherly
“Deket
kok.” Kata tukang becak dengan nada merayu pelanggan.
“Berapa
lama pak jalannya?” tanya Dani.
“Paling
juga satu jam nyampek.”
“Wah
lama tuh, bolak-balik dua jam dong?” kata Sherly.
“Enggak.
Cuma sebentar kok mbak. Mau yah?” rayu tukang becak itu lagi.
“Enggak
deh pak kita balik ke Stasiun lagi. Kita cuman sebentar aja kok.”
“Sayang
loh udah ke Blitar nggak ke Makam.”
“Lain
kali aja pak, terimakasih.” sahut Sherly menolak dengan sopan.
“Ya
sudah, jadi kita ke stasiun?”
“Ya
pak. Ngebut lagi pak!” sahut Dani
“OK
mas.” Setelah kata-kata terakhir itu diucapkan. Laju becak yang sempat melambat
kini mulai ke kecepatan penuh seperti sedia kala. Satu lagi lampu merah
diterabas seenak udelnya.
***
Dua
orang anak manusia. Sama-sama tidak tahu sekenario macam apa yang telah
dituliskan atas hidupnya. Masa depan satu dua jam kedepan bagi mereka adalah misteri. Mereka
pun tidak tahu. Sejak saat itu, tuhan bermain dalam mengaduk perasaan
masing-masing. Dalam kereta ekonomi Blitar-Malang pukul 12.00 siang itu. Ada
seorang anak Laki-laki yang sedang menikmati salah satu perjalanan terindah
dalam hidupnya. Di bahunya tertidur seorang anak perempuan yang kelelahan.
Habislah dia dikerjai Roller Coaster ala
Blitar tadi siang. Begitu senang perasaan si anak perempuan lucu itu.
Pengalaman ini akan terus ia kenang untuk selamanya. Yah!Untuk selamanya.
Catatan kaki :
Jangkrik
: Bahasa slank daerah jawa timuran, yang berarti umpatan. Berasal dari kata
Jancok, yang berarti juga umpatan dalam bahasa jawa dialek Surabayanan.
Catatan Penulis :
Ini adalah kisah nyata. Tokoh-tokoh cerita di atas bukan fiktif dan tidak memakai nama samaran apapun.
2 Comments
cihuy!
BalasHapuscihuy juga he he he he he
Hapus