- Back to Home »
- adventure , gunung , interresting point , story »
- Superman Berkunjung Ke Rinjani
Posted by :
Unknown
Sabtu, 01 Februari 2014
15 Agustus 2013, aku harus sampai di pelawangan Sembalun
paling tidak sore nanti. Saat itu aku sedang mengatur nafas di barisan bukit
penyesalan yang melegenda. Track savanna di bukit tersebut, berdebu karena
sudah terlalu banyak orang berlalu-lalang hari ini.
Ada pendaki yang turun ke sembalun. Ada banyak yang naik
juga. Orang-orang dari berbagai bangsa, tak hanya dari Indonesia saja. Namun
lepas dari semua itu. Aku mengalihkan pandangan dari ransel-ransel besar, dan yang berukuran sedang. Aku melihat seorang pria tak sampai setinggi 170 cm. berjalan dengan
kecepatan tak terduga di bawahku. Sesekali ia menarik nafas, tak sampai semenit
ia melakukannya. Ia kembali berjalan cepat.
15 menit kemudian jarak panjang di antara kami pun dia
lahap. Tanpa ransel besar, hanya berbekal kaos, celana pendek, dan sepatu
treking. Ia menyantap dengan lahap tanjakan tak berperi kemanusian di barisan
bukit penyesalan tersebut.
Setelah mendahuluiku, baru aku membaca tulisan di balik
punggungnya. “Official”. Ah! Rupa-rupanya dia salah satu panitia Mount Rinjani
Ultra 2013. Tepat di hari peringatan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus nanti. Tak
kurang dari 80 orang akan dilepas dari Senaru. Melahap kurang lebih jarak
tempuh sejauh 52 kilometer. Sebuah track alam liar yang bisa menghancurkan
dengkul, paha, dan kaki orang biasa.
Melahap 52 kilometer di gunung Rinjani, bisa saja dilakukan
dengan berjalan santai. Tapi itu membutuhkan waktu minimal 3 hari lamanya.
Sambil meresapi alam, menatap bintang, memasak makanan, lalu istirahat sepuasnya
di balik tenda.
Melahap 52 kilometer di gunung Rinjani, yang nantinya akan
dilakukan oleh 80 orang tersebut. Akan dilakukan dengan cara berlari. Memulai lomba
lari ekstrim itu dari Senaru. Di ketinggian 600 meter dari permukaan laut
(Mdpl). 10 Jam kemudian mereka harus sudah tiba di puncak Anjani 3726 Mdpl atau
kurang lebih sejauh 21,5 km dari titik start mereka.
Jangan anggap remeh 21,5 km ini. Karena tentu pelari akan
menembus hutan dengan tanjakan tiada henti sejauh 8,5 km. Kemudian baru masuk
area Savana dengan tanjakan sejauh 2 km sampai tiba di pos pelawangan Senaru. Beruntung
bagi pelari yang tiba di sini saat fajar menyingsing, karena lelah akan
terobati oleh pemandangan spektakuler sunrise pelawangan Senaru di ketinggian
2600 Mdpl.
Dinding-dinding kawah gunung api purba akan diterpa cahaya
keemasan sang mentari. Menimbulkan aura alam yang jarang ditemui di bentangan
pegunungan lain di Indonesia. Pesona cantik yang membuat Rinjani digelari
gunung tercantik di Indonesia. Plus biru bergradasi tosca sang danau Segara Anak
di bawahnya, sebagai obat penawar peluh, yang ampuh beberapa saat.
Setelah itu pelari akan turun menyusuri bukit berbatu-batu
menuju danau sejauh 3 km. Itu jalan satu-satunya menuju puncak.
Menyusuri pinggiran danau sejauh 1 km, pelari cukup lega
karena track sudah mulai landai di bagian ini. Cukup untuk mengumpulkan tenaga,
sebelum akhirnya kembali menerjang track berbatu dengan kemiringan 30-45
derajat. Menaiki tangga alam berliku-liku sejauh 3 km di bentangan Tembok barat pegunungan raksasa tersebut. Sebelum akhirnya bertemu track landai 1 km di
pelawangan Sembalun.
Danau Segara Anakan |
5 km terakhir adalah tantangan sesungguhnya bagi para
superman ini. Menuju puncak gunung api tertinggi nomor dua di Indonesia, bukan
perkara mudah. 5 km yang menghancurkan semangat, menguras mental, dan
mengingatkan kita akan kelemahan diri sendiri.
Jalur pasir membenamkan sedikitnya 10-15 cm kaki-kaki
pendaki. Ujian bagi para Superman, atau bahkan bagi setiap orang yang ingin
menguji diri di pegunungan ini. Jangankan untuk berlari, berjalan pun susah. Melangkah
2-3 tapak. Pasir akan membuatmu melorot kembali 1-2 langkah. Begitu terus,
sampai merasa siksaan ini tiada habisnya. Itulah yang akan dihadapi para pelari
yang mencoba menggapai puncak rinjani pada tanggal 17 Agustus 2013.
Track Neraka |
Semua fase awal tersebut, wajib ditempuh maksimal selama 10
jam. Ketika superman yang berlari-lari di gunung tersebut, telah berhasil di
misi awal ini. Maka ia boleh melanjutkan lomba. Lebih dari 10 jam, pelari tak
boleh melanjutkan lombanya. Mereka harus sadar diri dan segera berbalik turun. Kembali
ke garis start, menyerah kalah.
Sedangkan yang berhasil mencapai fase pertama dalam tempo 10
jam. Mereka harus melanjutkan tantangan selanjutnya. Yaitu turun ke pelawangan
Sembalun, lalu menuruni bukit penyesalan sampai pos 2 Sembalun sejauh 5 km.
Masalah menuruni bukit penyesalan sampai pos 2 Sembalun.
Mungkin perkara yang cukup mudah. Namun setelah sampai di pos 2 Sembalun,
pelari belum sepenuhnya finish. Mereka harus kembali berputar badan. Tentu melahap kembali 20 km lebih rute yang
sama, yang mereka lalui sebelumnya untuk sampai di titik awal keberangkatan mereka.
Jadi rute sejauh 52 km tersebut, secara garis besar adalah.
Senaru- Pelawangan senaru- Danau Segara Anak- Pelawangan Sembalun- Puncak- Pelawangan
Sembalun- Pos 2- Pelawangan Sembalun- Danau Segara Anak- Pelawangan Senaru- Senaru.
Batas waktu terlama untuk menyelasaikan lomba lari gila ini adalah 20 jam.
17 Agustus 2013, dini hari. Pelari-pelari telah terlihat
memasuki base camp Danau Segara anak. Aku yang hanya pendaki biasa ini hanya
mendengar ribut suara tepuk tangan penyemangat di luar tenda. Cukup malas untuk
memantau perkembangan lomba setelah lelah mendera tubuh, karena tertatih naik
turun menuju Puncak dan Danau Segara anak sehari sebelumnya.
Pagi hari sekitar pukul 08.00 WITA, setelah upacara bendera
di Danau bersama pendaki lainnya, akupun sudah siap menuju Senaru.
Beberapa peserta lari ultra marathon, masih sempat
berpapasan denganku. Mereka menyusuri pinggiran danau menuju pelawangan
Sembalun. Rupa-rupanya mereka itu yang paling buntut di antara para Superman
yang ada. Kabarnya, yang tercepat mencapai pelawangan Senaru. Telah sampai
pukul 03.00 dinihari tadi.
Aku yang berjuang menapaki bukit berbatu menuju pelawangan
senaru pun akhirnya disusul juga oleh pelari tercepat tersebut. Sekitar pukul
14.00 WITA. Seorang bule asal Prancis, bertubuh kurus, sedikit legam kulitnya
terbakar matahari. Ia hanya mengenakan tas lari kecil, tipis, dan hampir-hampir
melekat dengan punggung saking simpelnya. Ia berjalan dengan cepat melewati
bebatuan dan bukit terjal, dengan kemiringan 40 derajat.
“You are the first one
sir.” kataku menyemangati.
“Ya saya tahu.” katanya sedikit tak acuh, sambil menarik nafas.
Ia pun mengeluarkan botol minuman dari tas running
mungilnya.
“Anda dari mana?”
“Prancis.”
“Kok bisa bahasa Indonesia?”
“Saya lama tinggal di Bali.” terang pria berhidung mancung
yang mengenakan kaca mata sport gelap tersebut.
“Semangat sir! Tinggal
beberapa kilo lagi.”
“Thanks. Saya pergi
dulu.” katanya sambil lalu. Kembali ia melahap track dengan cepatnya. Seolah tubuhnya terbuat dari kapas. Atau mungkin
di Bali dia belajar ilmu meringankan tubuh, dan sedikit jurus kunyuk melempar
buah.
Berselang 5 menit kemudian. Datanglah seorang bule dengan
perawakan yang sama, bahkan dibalut pakaian yang sama. Mengenakan kaos gelap,
ketatnya kaos dan celana yang dia gunakan sampai-sampai menonjolkan
otot-ototnya, yang sedikit menyembul di badan cungkring tersebut.
“You are the second
one sir.” kataku lagi memberi tahu.
“Yang di depan saya pakaiannya sama?”
“Ya. Prancis juga?” kataku sambil menunjuk dirinya.
“Ya.”
“Yang di depan temannya?” tanyaku lagi.
“Ya, kami memang satu tim.”
“Ohhh, , ,”
“Mari.” sahut pria Prancis yang lebih santun ini, lengkap
dengan senyuman kepadaku.
“Mari, hati-hati bro!” teriakku, saat dia sudah dengan
entengnya melahap tanjakan.
Pria tersebut pun mengacungkan jempolnya ke udara, tanpa
menolehkan pandangan kepadaku. Memang jarak si Prancis ke-dua dengan Herwin,
sang pelari dari Bandung ini cukup jauh. Ketika kami bertemu di bukit berbatu
menuju pelawangan Senaru. Herwin tergopoh berlari melewati rintangan alam pegunungan
Rinjani. Raut wajahnya seperti orang dikejar-kejar setan.
“Mas, anda urutan ketiga. Mas, selamat!” sahutku menyelamati
pria Bandung, yang cukup berotot ini.
Sejenak ia berhenti disampingku, menarik nafas, dan
mengaturnya agar tak terlalu tersengal di ketinggian 2000 Mdpl ini. “Jaraknya
lumayan?” tanya Herwin kepadaku.
“Lumayan mas, sekitar setengah jam dari pelari pertama.”
“Yang ke dua?” tanyanya cukup memburu.
“Sekitar 15-20 menitan mas.”
Pria Bandung ini pun hendak melaju lagi, tapi alarm dari jam
tangannya mencegahnya sebentar. Dari balik tas running-nya, ia mengeluarkan sesuatu. Aku lihat benda yang
dikeluarkannya seperti kapsul.
“Itu apa mas?” tanyaku penasaran.
“Oh, ini. Ini obat pencegah kram.” terangnya sambil menelan
kapsul itu.
“Atlit lari seperti saya, selama beberapa waktu harus
mengkonsumsi ini untuk mencegah kram.” terangnya lagi.
“Logistiknya apa mas, kalau lagi lari di gunung.” tanyaku memburu.
“Ada, makanan khusus. Bentuknya seperti gel.” sahutnya sambil
tersenyum. Tapi matanya nyalang menatap track yang tersisa.
Aku merasa, orang ini sedang diburu sesuatu. Tak pantas aku
menahannya lama-lama.
Ada sesuatu yang harus ia selesaikan, dan itu lebih
penting dari pada berlama-lama mengobrol di tempat ini denganku.
“Yuk ya, aku duluan.” katanya. Sambil memberi sedikit
lambaian.
“Woyo mas, hati-hati.”
“Semoga Menang!” teriakku lagi, sambil membuat corong dengan
tangan. Karena sekejap saja pria Bandung tersebut. Telah melesat bagai anak
panah di tengah belantara luas, bergerunjal bebatuan vulkanik purba.
8,5 km jalan menurun dari Pelawangan Senaru menuju Senaru. Aku
lalui dengan susah payah. Ini bukan perjalanan turun yang mudah. Walau lebih
ringan dari menanjak, turun di tanah vertikal dengan kemiringan 40 derajat, pun
menyiksa dengkul juga.
Mulai dari siang hingga hampir menjelang sore. Pelari-pelari
dari Singapura, Malaysia, Indonesia, Eropa, dan Australia. Saling susul-menyusul
di track ini. Seru melihat pelari Singapura yang tidak awas melihat keadaan. Ditelikung
dari belakang oleh pelari Indonesia. Pelari Singapura yang hendak berjalan
sedikit santai, sedikit kaget jadinya. Setelah melihat ada nomor peserta di
dada orang yang menelikungnya dari belakang. Ia pun tergopoh-gopoh mengejar
pria tersebut.
Tapi, keriuhan tak hanya berhenti di sana. Sore harinya,
ketika aku sudah sampai di pos dua. Pria, Wanita, Tua, dan Muda. Beranjak naik
menuju gunung Rinjani. Pakaian mereka putih dan hitam. Beberapa di antara
mereka menyelip keris di pinggang. Membungkus benda pusaka tersebut dengan kain
putih. Ada juga senjata pusaka yang jauh lebih panjang, sepertinya tombak. Benda
tersebut juga dibungkus kain putih dan ditenteng oleh si empunya menuju gunung Rinjani.
Wanita-wanita berumur, bahkan pantas disebut nenek-nenek pun
tak kalah meriah. Di atas kepalanya ia membande
(menjunjung) sesuatu. Sepertinya baskom tertutup kain. Aku tanyakan pada mereka
hendak ke mana. Namun mereka adalah kelompok yang cukup terburu-buru. Tak ada
yang menjawab pertanyaanku sama sekali.
Ingin rasanya aku ikut kembali mendaki, kalau saja tidak
ingat. Tenaga, dan mental sudah habis terkuras untuk turun. Namun hati kecilku
berfirasat, orang-orang ini pasti akan melakukan sebuah ritual di gunung
Rinjani. Rasa ingin tahuku yang besarpun kandas oleh deraan fisik, dan mental
yang telah kalah terlebih dahulu.
Aku pun sampai di Senaru Malam hari. Perayaan sudah ditutup,
lomba sudah berakhir. Para Superman sudah sampai di garis finish. Atau, mungkin
Superman yang sesungguhnya. Saat ini sedang melaksanakan ritual di gunung
sunyi? Ya, kelompok berpakaian hitam-putih. Tua dan muda yang sempat berpapasan
denganku tadi. Aku lihat, memang bukan pendaki bisasa sepertiku. Mereka tak
perlu ransel besar. Sampai-sampai mereka tak butuh alas kaki, apalagi sepatu
tracking khusus. Bekal logistiknya saja berbungkus plastik kresek hitam. Hanya dengan
itu semua, didorong oleh keyakinan. Mereka sudah sanggup naik gunung.
Benar-benar level Kuncen*.
Tapi yang benar-benar Superman itu ternyata adalah seseorang
yang aku temui di Sebuah Homestay. Ini Subjektif, penilaianku sendiri.
Seturunnya dari Senaru aku menginap di Senggigi. Tak kusangka, penyewa kamar
sebelah adalah seorang Superman.
Pagi-pagi, sambil menikmati kopi dan semilir angin pantai
beraroma khas. Aku santai menikmati hidup, menikmati waktu luang setelah
bekerja.
Sebuah Honda dengan striping sportif berwarna orange terparkir di depanku. Plat nomor
kendaraan tersebut asalnya dari Jakarta. Penasaran selalu menggelitikku.
Pertanyaanpun terlontar, ketika si empunya kuda besi keluar dari kamar
Homestay, yang disewanya. Tak ayal pertanyaan keluar dari mulut.
“Dari Jakarta mas?”
“Iya he he he. . .” cengenges pria tersebut.
“Ke Lombok naik motor?”
“Iya, abis naik ke Rinjani.”
“Hummm, , , saya juga habis nanjak.”
kataku.
“Gimana mas Rinjaninya?” tanyaku lagi.
“Wah, mantap. Saya ke sana ikutan lomba.”
“Alamak. Jadi anda ikutan lombanya?”
“Iya, he he he. . .”
“Udah nginep berapa lama di Lombok?”
“Ya itu, nginepnya baru kemarin malem seturunnya lomba.”
“Jadi selama ini Jakarta, Lombok, Rinjani, itu non stop
nggak istirahat dong?”
“Iya mas, he he he. . .”
“Pantesan juara satunya orang bule. Coba masnya istirahat dulu. Pasti larinya jos!” kataku, tidak sedang bergurau.
“Ha, , , ha, , , ha, , , iya kali ya? Yang juara satu orang Prancis,
yang kedua untungnya orang Indonesia. Juara tiganya Perancis juga. Perebutan juara
keduanya ketat itu.”
“Iya, saya juga ketemu di track menuju Pelawangan Senaru. Awalnya Indonesia juara 3.”
“Iya, di etape terakhir,
mereka kabarnya susul-susulan. Sprint-sprint gitu.”
“Oh, ya?”
“Iya mas, oh ya saya berangkat dulu ya, Mari.”
“Langsung ke Jakarta ini.”
“Iya mau langsung balik, ke mana lagi?”
“Ckckck, , , luar biasa. Nggak mau keliling dulu?”
“Ha ha ha, , , lain kali aja, udah mau habis nih liburannya.
Mari mas.”
“Yuk, hati-hati mas. Kalau ngantuk berhenti aja mas.” kataku
sambil sedikit menggelengkan kepala, tak percaya dengan pemandangan didepanku. Tak lama kemudian sang Superman pun berlalu dengan Sepeda
motornya, menuju Jakarta. Brooommm!
*Kuncen : Berasal dari bahasa Jawa. Digunakan sebagai Slank pendaki gunung asal Jawa, yang menunjukkan bahwa seseorang sudah sering mendaki satu gunung yang sama. Sebutan ini juga berlaku bagi penduduk di suatu Pegunungan yang dipercaya sebagai juru kunci gunung tersebut. Seperti misalnya Mbah Marijan, Sang Kuncen Merapi.
16 Comments
Ggila...jalan aja capeknya bukan main,ini malah lari di gunung,
BalasHapusEmang gila, kalau udah sampai tahap ini mah, cuma orang gila. Semoga saya cepat ketularan ha ha ha :D
Hapuslagi trend nih lari gunung... ealah wong jalan aja sampe ngesot2 ini pake lari
BalasHapusYa begitulah manusia, berbeda-beda caranya untuk mencapai sesuatu he he he. . . tapi untuk gunung-gunung ketinggian 2000-3000 Mdpl di Indonesia cukup aman untuk melaksanakan kegiatan ini. Asal panitia siap dengan event yang terorganisir rapi. 3 kali perhelatan indonesian trail ultra marathon di tahun 2013 alhamdulilah aman-aman saja. Mari kita dukung!
Hapuswah,nggak kebayang lari di gunung,,,,hebat mas,fotonya keren bangetttt :D
BalasHapussalam kenal^^
salam kenal :)
HapusSUangar jooooo :D
BalasHapuskita kan pernah lari-lari Pangrango-Kandang Badak jeee :P ngikut sangar-sangaran ahhhhh ha ha ha
Hapusikhirrrr moga dah tahun ini berlari-lari ke Rinjani..
BalasHapusamin, , , abis musim ujan bung. lebih aman he he he
Hapuslari gunung..kirain superman lagi terbang hehehe... nice !
BalasHapusthanks udah dibaca, kena jebakan batman nih ye he he he
HapusMemang lagi ngetrend trail running ini, bahkan kawasan bromk tengger semeru jiga pernah di adakan #MariLari
BalasHapusMari bung lari kembali he he he
BalasHapusWOW! Jalan kaki aja udah berasa capeknya, apalagi lari.
BalasHapusSalam kenal ya mas :)
Berminat jalan-jalan GRATIS ke Macau? Yuk ikutan lomba blog 'WHY MACAU' hadiahnya jalan2 GRATIS ke MACAU selama 3 hari 2 malam lho. Seru kan! Info lomba >> http://bitly.com/WhyMacau
Cheers, Citra VIVANEWS
terima kasih sudah meninggalkan komentar menarik di sini... maaf blog saya berjelaga sekali he he he
Hapus