- Back to Home »
- Amalia Merantau Ke Eropa
Posted by :
Unknown
Rabu, 01 Januari 2014
“Amalia Sofie Yuana namanya. Perempuan berambut ombak yang akrab
dipanggil Sofie ini. Terhitung sejak 31 Desember 2012 lalu melangkah sendiri ke
luar rumah. Ia beranjak merantau ke
tanah impiannya, Jerman.
Gadis kelahiran Malang ini satu dari sedikit wanita Indonesia yang
mencoba peruntungannya di tanah rantau.”
Di Indonesia,
merantau atau bahkan bepergian jauh. Masih merupakan momok bagi sebagian
wanita. Perjalanan dan romantika perantauan sepertinya hanya milik mayoritas
kaum laki-laki di negeri ini. Pantaslah jika kita menaruh perhatian lebih bagi
wanita-wanita indonesia pemberani seperti Sofie.
Kisah
perantauannya di negeri asing. Berawal selepas ia menyelesaikan studinya di
Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang. Sofie mengaplikasi sebuah
program menarik, bernama aupair.
Aupair, sendiri
adalah program sejenis volunteer di beberapa negera eropa seperti Jerman,
Prancis, Belanda, dan lain lain.
Beruntungnya
volunteer Aupair ini akan tinggal dalam jangka minimal satu tahun di sebuah
keluarga (Guest Family). Digaji, dan
diberikan hari libur. Namun untuk membalas semua kebaikan tuan rumah. Volunteer
tentunya harus bekerja selama 30 jam per-minggu.
Pekerjaan yang
dilakukan volunteer ini biasanya seputar pekerjaan rumah tangga, dan
babysitting. Sehinga kebanyakan volunteer Aupair adalah wanita.
Sering kali
bersua dengan Sofie via online, membuat saya tergelitik untuk mengetahui lebih
jauh. Bagaimana kehidupan wanita perantau seperti Sofie di negara Eropa.
Apa yang dibenci
di negeri rantau, yang disukainya, dan yang paling menarik dari semua itu
adalah bagaimana kini ia melihat Indonesia dari sudut pandang “luar pagar rumah”. Mari ikuti obrolan
saya degannya, berikut ini.
***
“Januari ini kamu
sudah balik ke Indonesia ya Sof?” Kataku membuka percakapan.
“Iya nih, sudah
tak sabar.” Sahut Sofie.
“Tinggal
menghitung hari yah?”
“Iya, kayak lagunya KD (Kris
Dayanti) he he he.”
“Januari ini, pas setahun sofi merantau ya?”
“Sebenarnya tanggal 31 Desember (2013) ini pas
setahun. Tapi karena urusan mencari tiket murah, jadi tinggalnya boleh
diperpanjang selama 2 minggu sama kecamatannya. Ha ha ha”
“Asyik enggak tempatnya?”
“Tempat apa?”
“Ya, kecamatan dan kabupaten tempat dirimu merantau sekarang
itu? ha ha ha.”
“Tempat ini kayak desa kecil. Tergolong bagus soalnya banyak
yang datang ke sini. Ada sungai yang bersih banget, gunung-gunung kecil, sama
gereja gede-gede. Ada 4 (gereja)kalau nggak salah”
“Hemmm kecil banget ya? Bisa kenal sama tetangga kalau
begitu?”
“Kenal apaan?
Enggaklah! Padahal sudah setahun. Cuma tahu tetangga samping rumah pas. Lah rumahnya
gede dan halamannya gede jadi mereka lewat depan rumahpun cuma bisa tahu dari
jendela aja. Enggak bisa nyapa.”
“Banyak cerita pastinya sof yah? Setahun di negeri
orang?”
“Banyak ciint! Seneng, sedihnya banyak juga.”
“He he he, oke pertama-pertama. Sampai di Jerman
rasanya kayak gimana cuint? Secara gituh, negeri impian he he he.”
“Pertama nyampe bandara biasa aja cint, yah bandara
gitu lah gede. Pas naik kereta, baru deh ini beda banget liat kereta yang
canggih”
“Canggihnya? gimana? bisa dijelasin bedanya ama
kereta di Jawa?”
“Kondisinya bagus, jalannya mulus banget dan nggak
berisik. Tapi sekarang malah lebih heran lagi karena aku sudah bisa naik-naik kereta
sendirian, beli-beli tiket, nyari-nyari (jadwal) keretanya, dan lain-lain.”
“Buat aku pribadi. Aku seneng banget naik kereta di sini” lanjut
Sofie lagi.
“Sudah ke mana aja naik keretanya Sof?”
“Kalau naik kereta jarak jauh banget, belum pernah. Soalnya
mahal, jadi ya kereta dalam (antar) kota S-bahn (Monorel), dan U-bahn (Kereta
bawah tanah) gitu.”
“Paling jauh naik kreta tiga jam. Ke kota sebelah, dan pernah
juga ke Austria naik kreta.” Sambung Sofie, mengingat pengalamannya naik kereta
di negeri orang.
“Hemmm, , , terus selain itu, yang menarik kalau
jalan-jalan di Jerman lihat apa? Pemandangan? Kota? budaya? atau . . . ?”
“Kalau budaya aku pikir ya. Semua negara punya budaya
yang macem-macem, dan aku enggak kaget (budaya jerman). Yang selalu bikin (merasa)
wow! Itu bagiku bangunan-bangunan tua yang menjulang-julang tinggi di sini. Bangunannya
terawat banget. Beda gaya arsitekturnya sama di Indonesia. Jadi ya itu yang bikin
menarik.”
“Umur bangunannya tua-tua ya cint?”
“Ya zaman-zaman Yunani itu lho cint?”
“Soalnya kan gaya bangunannya kayak gitu-gitu. Gotic
ato apalah?” kata Sofie lagi.
“Suka heritage juga dirimu sekarang he he he. Apa menariknya
memang dari melihat bangunan kayak gitu Sof? Boleh dikasih tahu?”
“Takjub aja cint liatnya, sama kayak liat Borobudur.
Kok bisa ya (manusia) bangun kayak gini. Gitu-gitu aja yang selalu muncul di
kepalaku.”
“Memang sebelum merantau di negeri orang. Sofie suka
sama bangunan-bangunan seperti itu?”
“Tergantung bangunannya sih. Kalau kayak Borobudur dan
Prambanan gitu ya takjub.”
“Hemmm, , , ok, ok, , , saya lihat. Sebenarnya Sofie
ini ada bakat terpendam jadi tukang bangunan sepertinya ha, , , ha, , , ha.”
“Hahahaha kayaknya sih Dan. Aku berguru ke tukang-tukang
(bangunan) di sini. Biasanya aku memang menemani tukang kalau lagi di rumah
(Jerman). Tukang bangunan di sini, kalau kerja bersih banget. Mereka bawa vakum
cleaner sendri. Misalnya pas benerin jendela. Kan otomatis temboknya rontok
tuh, eehh, , , mereka pulang sudah kayak semula. Bersih dan satu lagi. Mereka enggak
perlu dikasi makan ato suguhan apapun.”
“Ha , , , ha, , , ha, , , menarik pengalamannya. Kalau
budaya Jerman yang mirip sama indonesia kira-kira ada enggak Sof?”
“Sebentar aku mikir dulu, apa ya? Masalahnya beda loh
Eropa sama Asia. Menurutku beda banget, hampir enggak ada yang sama.”
“Nah, , , kalau hal yang paling dibenci di tanah
rantau apanya? yang paaallling bikin keki deh pokoknya he he he.”
“Ini pribadi sih menurutku. Aku paling enggak seneng
kalau orang sini kepo (ingin tahu) tentang agamaku.”
“Loh, ternyata kepo juga yah? ha ha ha” kataku kaget
dengan pernyataan Sofie.
“Aku sering debat sama emakku (Tuan rumah Sofie di
Jerman). Itu bikin aku jengkel. Soalnya ini tergantung persepsi yang diajak
ngomong. Entah aku yang enggak bisa jelasin atau aku yang terlalu sensitif
kalau ditanya masalah agama.”
“Hemmm, , , gitu, nah kamu kok bisa sampai panggil emak
gitu sama Guest Family kamu? Memang sebegitu dekatnya yah?”
“Kalau masalah hubungan batin aku kurang tau ya Dan?
kalau aku ngerasanya kadang aku kangen juga sama dia kalau enggak ketemu
seminggu gitu. Aku sendiri tapi enggak tahu, apa dia kangen sama aku atau enggak.
Tapi kita memang dekat. Ngobrol asyik gitu berdua di dapur, masak bareng dan
lain-lain. Intinya dia enggak pernah nyuruh ini itu. Apapun kerjaan yang sudah
dikasihin ke aku, ya dia tahu beres gitu aja. Enggak pernah marah selama aku
setahun di sini. Dia juga sering kok cerita kehidupan pribadinya.” Terang Sofie
panjang lebar.
“Oh jadi Sofie ngerasa sudah kayak anaknya dia ya? Saking
deketnya mungkin makanya dia kepo soal agama Sofie?”
“Iya aku ngerasa dia memperlakukan aku enggak kayak
tamu ato apalah. Tapi kalau masalah kepo enggak juga sih. Memang orang sini kebanyakan
kalau nyangkut muslim agak gimana gitu mereka.”
“Nah terus sholatnya gimana kalau lagi di rumah emak? By the Way, emakmu namanya siapa?
“Namanya Stephanie Pallauf. Kalau sholat enggak masalah
kan aku punya kamar sendiri. Lengkap dengan kamar mandi, TV, Radio, Komputer.”
“Wow, , , sudah kayak anaknya beneran yah? he he he.
Enggak kangen emak yang asli di indonesia donk?”
“Ya elahh ya kangen lah! kalau emak di sini ingetnya
debat agama aku males, dan bisa sebel banget sama dia. Tapi kalau emak di Indonesia
kan enggak perlu debat agama. Soalnya seagama. Aku juga sesekali telpon ibu kok.”
“Hemmmm, , , hari ibu kemarin telpon juga enggak?”
“Hahaha enggak men. Padahal dulu pas di Indo tiap hari
ibu mesti kasih kado.”
“Biasanya kado apa?”
“Seringnya baju sih.”
“Ah soo, ,, kalau emak yang di Jerman? Ngucapin juga
nggak Sof? Atau malah kasih hadiah juga?”
“Beda Dan hari ibunya di Jerman. Aku lupa bulan apa
gitu. Ha ha ha ha, , , ini aku lagi sibuk nyiapin natal mereka” Kata Sofie yang
memang saat ngobrol denganku waktu itu. Menjelang malam Natal 25 Desember 2013.
“Hemmm, , , pas bulan hari ibu di jerman. Dirimu
waktu itu ngucapin juga enggak ke emak Jermanmu?”
“Enggak Dan. Aku pikir dia bukan ibuku. anak-anaknya
saja, kagak ngucapin kok.”
“Weihhh, , , jadi lebih perhatian anak-anak Indonesia
terhadap ibunya dong dari pada mereka? di face
book apa di Jerman ramai juga status hari ibu di jerman pada waktunya?”
“Orang sini jarang update status Dan. upload foto
aja jarang. Dan memang aku lihat anak-anak di sini bisa dibilang kalau ke ortu enggak
begitu perhatian apalagi yang sudah nikah. kebanyakan kalau sudah nikah mereka
punya rumah sendiri dan ortunya sampai tua tinggal sendiri di apartemen atau di
rumah.”
“Nah loh aku jadi nggak tega gitu, , , he he he. Ok
kita beralih ke Weinachten, ohok. . .
ohok. . . Bahasa Jermanku sudah hancur bener enggak tuh tulisannya? he he he. By the way ini natal pertama Sofie di Jerman ya?”
“Weihnachten. Kurang ‘h’ satu aje he he he. Aku
enggak ngerayain, dan bukan budayaku. Mereka mau tuker-tukeran kado juga bodo
amat. Aku enggak bungkus kado buat mereka. Kalau ultah baru aku kasih kado ke mereka.”
“Tapi aku udah lihat ada kado buat aku. Soalnya ada tulisannya
buat aku hehehehe.” Lanjut Sofie lagi.
“Nah loh, , , ? nggak risih ituh ? kasih apa kek?
gantungan kunci atau apa gitu he he he.” godaku ke Sofie.
“Next question. Kan sudah lama merantau. Apa sih yang bedain Sofie
yang dulu sebelum merantau dengan yang sekarang? Setelah melihat negeri orang
pastinya dapat ilmu lebih lah yaw?” kataku.
“Yang aku dapat ya. Orang sini kan semua dilogikakan. Aku juga
belajar kayak gitu, semua pakai logika kecuali agama ya. Jadi pingin jadi orang
yang enggak plin-plan kayak orang sini. Kalau iya bilang iya gak bilang gak. Dan
enggak ngurus orang. Dalam artian kita mau ngelakuin apapun selama itu gak ngerugiin
orang lain, atau enggak ganggu orang lain, dan enggak ngelanggar apapun. Lakuin
aja, enggak pakai sungkan-sungkanan (malu,
atau kurang percaya diri).”
“Terus masalah kesehatan. Aku mesti banyak-banyakin olahraga. Kayak
orang sini.” Lanjut Sofie lagi.
“Bisa enggak diterapin di Indonesia kira-kira
semuanya?”
“Di Indonesia budayanya pakai sungkan-sugkananan masalahnya.
Tapi bodo aahh, yang penting enggak ngerugiin orang lain. Soalnya kalau
kebanyakan sungkan-sungkan mulu juga enggak baik. Sungkan boleh asal tepat
sikonnya.”
“Nah, , , kalau pulang nanti ke indonesia, kepengen ngapain?
selain kerja he he he, dan nikah nah loh?”
“Cuma pingin kerja cari duit buat ortu dan secepatnya nikah,wak,wak,wak,wak”
“Masih suka naik gunung? kemarin pas ke Austria, nggak pengen
naik gunung di sana?”
“Masih pingin Dan aku naik gunung tapi mungkin sudah
enggak bisa dapet ijin lagi dari ortu. Itu (Austria) cuma main-main ke kota aja
dan enggak kepikiran naik gunung kalau di sini.”
“Terakhir naik gunung apa di indonesia?”
“Ha,ha,ha, rodok
nyokrok (pertanyaannya menusuk). Aku cuma sekali kok naik gunung selama jadi
anak PA dulu. Ke Gunung Welirang.”
“Udah lama sekali ya? he he he. Welirang masih
seperti dulu kok nggak banyak berubah, nggak kayak Semeru cuint, Welirang masih
sepi. Terakhir cuma bertiga aku sama dua temen dari UB di Arjuno-Welirang.”
“Emang kenapa di Semeru ciint?”
“Sudah ruameeeee.” Sahutku.
“Aahhh enggak pingin tuh aku ke Semeru (mahameru), cuma pingin ke
Ranu Kumbolo. Ujung-ujungnya mereka (pendaki ramai-ramai itu) ninggalin sampah
yah?”
“Jadi inget pas PA dulu. Kerjaannya ngambilin sampah
di hutan he he he.” Lanjut Sofie mengenang pendakiannya dulu.
“Oh ya, suka lihat berita Indonesia enggak di tanah rantau?”
tanyaku lagi.
“Tahu berita. Tapi seringnya lewat twitter cint.”
“Apa aja?”
“Yah tahu dikit-dikit lah, kadang juga dikasih tahu
sama pacar. Tentang kecelakaan kereta api (Bintaro). Terus si anaknya Ahmad Dani
yang mau ngajak berantem Farhat Abas ha
ha ha.”
“Nah Sofie kan lihat semua itu dari luar, nah gimana
rasanya lihat berita indonesia yang aneh-aneh kayak anaknya Ahmad Dani mau
berantem sama Farhat Abas di negeri orang cint?”
“Gimana ya cint, jadi kelihatan aku kontra sama Indonesia.
Gitu-gitu kayak enggak penting banget menurut aku (untuk diberitakan). Sumpah
kesel mesti kalau dengar berita yang aneh-aneh gitu. Atau yang anaknya Ahmad Dhani
yang nabrak orang itu. Sebel banget deh. Jadi mikir kenapa negaraku kok kayak gitu?
Aku cuma bisa bilang kenapa-kenapa saja. Kenapa di sini bisa aman nyaman kayak
gini? Memang sih enggak bisa dibandingin Jerman sama Indonesia. Aku sempat
takut ini mau pulang. Ngerasa kok negaraku enggak aman ya buat aku sendiri?”
“Loh kok bisa? Merasa enggak aman di negara sendiri?”
“Maksudnya gak aman buat diriku sendiri. Seperti di
sini aku enggak takut jalan malam-malam. Kalau di Indonesia harus mikir seribu
kali kalau mau jalan malam-malam, bahaya kayak gitu-gitu loh yang (bagiku) enggak
aman.”
“Ini ngajak imajinasi dikit nih he he he. Kalau misalnya Indonesia
punya kemampuan menjadi maju seperti di Jerman. Menurutmu menyenangkan enggak Indonesia
yang seperti itu?
“Itu harapan aku banget. Indonesia
sudah punya alam yang wow kayak gitu. Terus makanan murah, apa-apa bisa tumbuh.
Aaahh. . . Surga banget deh.”
“Indonesia maju tuh kayak gimana menurutmu? Kan
sekarang sudah ada referensinya, karena ngelihat negara maju di luar sana.”
“Kalau menurutku ya Dan, enggak perlu jadi kayak
Jerman karena agak mustahil. Yang aku harapin itu seperti kriminal sedikit,
orang-orangnya pada sadar diri mana yang salah dan benar. Hukumnya benar ditegakkan,
peraturan ditaatin. Itu saja, masalah semua belum canggih enggak masalah. Asal
buat kehidupan bisa bikin aman dan nyaman aja. Masak untuk dapetin kehidupan yang
aman dan nyaman mesti ke luar negeri?”
“Apa yang seharusnya ada di Jerman biar kerasan
seperti rumah sendiri?”
“Makanan murah dan ya mungkin karena uang enggak banyak
kali ya? di sini mahaaall. Kalau menurut orang sini ya biasa aja kali ya. Terus
kalau aku pribadi pingin ada masjid di sini. Soalnya kebanyakan yang namanya
masjid cuma ruangan di dalam gedung saja. Ya tapi memang ini negara bukan
muslim.”
“Oh ya ini menarik, kan kalau di Indonesia kamu jadi
pemeluk agama mayoritas. Terus di sana kamu jadi minoritas. Nah, rasanya jadi
muslim di negeri orang gimana? selain di kepoin dan kalau memang ada cerita
menarik, boleh dong kita tahu? Aduh nanyaknya borongan euy.”
“Emaaaangg he he he. Orang di sini lebih aman dan
itu yang berhak kita dapatin seharusnya. Keamanan terjamin. Dari dulu paling
resah kalau menyangkut masalah kriminal dan sekarang malah punya kesempatan ke
negara yang kayak gini jadi semakin bisa negrasain hidup seperti apa yang
memang bisa bikin hidup iku nikmat.”
“Terakhir, ada pesan buat wanita Indonesia dari negeri seberang
sana? he he he”
“Pesan buat siapa nih?”
“Buat seluruh wanita indonesia, he he he”
“Hahaha berat ya pesannya.”
“Dibikin ringan aja, , , pesen nasi bungkus kek,
pesen pecel kek ha ha ha”
“Hahahaha boleh-boleh nasi campur aja. Yah simple
deh liat wanita di sini. Jadi kepikiran kalau wanita itu mesti mandiri enggak
bergantung ke siapapun.”
“cieeehhh, , , yang tegar ya Sof, , , hihihi”
Ok pemirsa itu tadi sedikit bincang-bincang bersama Amalia Sofie
Yuana, semoga kepulangannya ke Indonesia Januari ini aman dan lancar.
4 Comments
Wih keren..merantau sampai ke Jerman..pengen juga donk..
BalasHapusumur om maksimal harus 24 tahun. kalau mau ngikutin jejak Sofie om he he he
HapusBener kata sofie soal orang eropa.... mereka jarang ngurus urusan orang laen. Disana bebas asalkan gak ngerugiin orang laen dan yang pasti mereka punya tanggung jawab besar....
BalasHapusSayangnya sofie udah mau pulang ya, aku jadi gak bisa visit dia disana. Dia pulang akunya berangkat kesana....
Sukses ya Sof.... :)
selamat jalan mbak iponopi. jangan lupa oleh-olehnya yah? salju dalam botol he he he , , , harus tetep bentuk salju sampai indonesia nanti :P
Hapus